
Mahkamah Konstitusi menolak untuk melegalkan sepeda motor online sebagai transportasi umum atau angkutan umum. Putusan Mahkamah Konstitusi ini untuk judicial review nomor 41 / PUU-XVI / 2018 diajukan oleh pengendara ojek yang diambil secara online.
54 pemohon, yaitu pengendara ojek sepeda motor dalam mode online, karyawan sektor swasta sampai siswa diwakilkan Komite Aksi Transportasi Online (KATO), yang memperkenalkan peninjauan kembali Pasal 47 (3) UU No. 22, 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang tidak mengatur ojek online sebagai angkutan umum.
"Penolakan klaim pemohon secara keseluruhan", putusan Mahkamah Konstitusi, yang diluncurkan pada 28 Juni 2018.
Hakim konstitusi dengan suara bulat menolak untuk ojek sepeda motor online sebagai transportasi umum. Majelis yang berkeputusan Anwar Usman, Asvanto, Arfid Hidayat, Vahiduddin Adams Suhartoyo, Maria Farida Indrati, Manahan Sitomlul, Virgin Gede Palguna dan Saldi Isra.
Sebagai tanggapan, Gojek dan Grab masih tidak berbicara panjang, mereka masih berbicara dengan tenang dan ekonomis.
Gojek menghargai dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Namun, Gojek tidak dapat berbicara banyak tentang apa langkah selanjutnya. Ride Sharing, yang didirikan oleh Nadim Makarim, percaya bahwa teknologi sentuhan yang benar dapat berbuah revolusi buat masyarakat.
"Kami percaya bahwa penggunaan teknologi dengan cara tercepat dan paling tepat untuk membantu orang di Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan mereka," - kata wakil presiden komunikasi perusahaan Gojek Michael Sai. Dalam pernyataannya pada Sabtu malam, 30 Juni 2018.
Sementara Grab Indonesia tidak menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi. Grab masih mereview keputusan yang menolak ojek sepeda motor di Internet untuk transportasi umum. "Berkenaan dengan putusan pengadilan, kami tidak berkomentar karena kami hanya tahu melalui media, dan kami mempelajarinya," - kata perwakilan Grab Indonesia.
No comments:
Post a Comment